Di AFF Cup kali ini, ada wacana yang sangat menarik bagi saya: Pindah kewarganegaraan dan naturalisasi.
Kamu tidak bisa memilih dimana kamu lahir, tapi saat kamu sudah cukup dewasa dan memungkinkan, kamu bisa memilih untuk pindah kewarganegaraan.
Isunya disini adalah mengenai pilihan: dipilih atau memilih?
Kebanyakan dari kita menjadi warga negara Indonesia karena dipilih: lahir dari keturunan WNI atau lahir di teritori Indonesia. Pernahkan kamu berpikir untuk memilih?
“El-Loco” Gonzales membuat pilihan. Dia, dengan segala konsekuensinya, memilih untuk menjadi WNI. Hasilnya? Mengantarkan timnas Indonesia keputaran final AFF Cup. Di tempat kelahirannya mungkin dia sebatas pesepakbola professional, disini dia menjadi pahlawan nasional dengan gol-golnya untuk timnas Indonesia.
Coba pikir lagi: jika kamu memiliki kesempatan untuk menjadi warga negara dari negara apapun yang kamu inginkan, kamu ingin jadi warga negara mana?
Be responsible with your life. Memilih dan bertanggungjawab dengan konsekuensinya, atau dipilih dan membiarkan semuanya terjadi tanpa ada peranmu? 🙂
Image is courtesy of Muhammad Husni Thamrin.
Alasan kenapa Christian Gonzales, sang pemain timnas, beralih kewarganegaraan ada di http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6132484
Kalo saya membaca postingan tersebut kok masih abstrak ya alasan yang diutarakan? Menurut saya sendiri, alasan kenapa El Loco berpindah kewarganegaraan yakni karena ia lebih dihargai di sini daripada di kampung halamannya. See? 😉
Oia, kalo saya ingin berada di Jepang. Kenapa? Saya terobsesi menjadi seorang yang teratur dan memiliki lingkungan budaya yang gigih dan selalu bekerja keras. m/
Btw kok ada bendera PAN yak di background ini? 🙄
jadi kalau kamu tidak dihargai di negara sendiri, apakah akan lebih pilih pindah kewarganegaraan?
Jepang? Wow, nice pick 🙂
Hihi, itu ngga nemu gambar bendera lain yang available dgn lisensi creative common, jadi ya pake ini saja 🙂
Jika ditanya demikian, ya saya akan pindah kewarganegaraan. Saya sebagai manusia normal butuh penghargaan. Seperti apa kata teori Om Maslow, Human need self esteem dan self actualisation.
Btw you may see Mr. BJ Habibie. Beliau pernah merancang sebuah pesawat bernama Gatot Kaca, tapi coba Fikri cari tahu apa yang terjadi. Mungkin itulah penyebabnya kenapa akhirnya Beliau malah sering berkarya di Jerman. Saya pribadi sih menganggap bahwa karya Beliau tidak diakomodir oleh negara karena alasan biaya 🙁
Tentang Beliau, saya turutkan tautan berikut ya
kaskus.us / showthread.php?t=6359044
ekonomi.kompasiana.com /bisnis/2010/02/08/gatotkaca-indonesia-hopo-kurang-hebat/
Hmm.. nice point. Mengutip contoh Pak Habibi itu tragis juga. Saya heran kenapa kita lebih sibuk mengurusi berebut pengaruh daripada membantu potensi2 terbaik negeri. Anyway, kebutuhan untuk dihargai dan diapresiasi itu penting juga sih. Seperti bagaimana presiden Cili memperlakukan nyawa coal miner sebagaimana nyawa mentri2nya. Beda 180 derajat dengan yang terjadi di negeri ini saya rasa.
Anyway, kalau saya sebenernya lebih ke mempertanyakan kewarganegaraan itu sendiri sih. Apakah kita “memilih” kewarganegaraan, atau “dipilih” kewarganegaraan.
kalo aku mah pengen jadi warga negara Singapura aje. Cuacanya mirip-mirip Indonesia (mereun), tp kebudayaannya (at least, behavior orang-orang di sananya) lebih oke (katanya).
Dan kayaknya kalo jadi artis di sana lebih gampang, soalnya warga negaranya dikit. *eaaa*
kalo warga negaranya lebih dikit bukannya harusnya potensi populernya juga lebih sedikit? 😉
Aslm…
slam knal ya…
pstingan2 nya mnarik,, kya’y mario tguh’y msa dpan deh… : ))
bhasa’y mdh d phami..
tpi mngkin krna terlalu sdikit, jdi kdang rda ngmbang,, tpi inti’y + mksd’y udah ktngkp sh…
d tnggu tlisan2 yg lain’y….
Trims. Tapi saya tidak mau menjadi orang lain, jadi diri sendiri saja 🙂
Maksudnya terlalu sedikit bagaimana? Kalau maksudnya jumlah tulisan, tulisan saya ada banyak tulisan saya di http://fikrirasyid.com/archive. Kalau maksudnya tulisannya terlalu pendek2, memang saya sengaja langsung to the point, to what’s really matter. cut the crap out 🙂