Reaksi umum saya ketika mendapatkan respons ‘penolakan’ atau ‘kurang penghargaan’ (yang mana pasti dialami oleh kebanyakan kita) adalah kalimat ini:
I’ll prove that you are wrong.
Okay, I’m being nice. Jika kondisinya sedang emosi, biasanya kalimat lengkapnya jadi begini sih:
Fuck you. I’ll prove that you are wrong.
Diucapkan dalam hati ya, jangan diucapkan secara lisan. Hindari perkelahian yang tidak perlu :))
Salah satu kejadian yang saya ingat sekali mengenai hal ini:
***
Saat saya mulai menguasai front end web development & WordPress theme development, saya menyadari bahwa banyak sekali sub-situs dari Universitas tempat saya kuliah yang menggunakan engine WordPress. Menyadari bahwa saya harus sudah mulai membiayai kebutuhan saya sendiri, saya mengirim email ke webmaster Direktorat TIK menawarkan skill dan kemampuan saya.
Satu hari kemudian.
Well, beberapa hari kemudian.
Ha, email saya dibalas. Saya diminta untuk menghadap ke Direktorat TIK. Setelah berbasa-basi, long story short, intinya adalah saya diberikan tawaran ‘mengambang‘ yang tidak jelas. Sesuatu seperti ‘sok tunjukkan yang kamu bisa dulu’, saya berikan beberapa bulan, dll.
Tidak jelas.
Eugh i don’t like it. Ekspektasi saya adalah spesfikasi pekerjaan yang jelas. Setelah hari itu, saya tidak terlalu mengharapkan apa-apa dari institusi pendidikan milik pemerintah ini.
They not taking me seriously. I’ll prove that they were making wrong decision.
Beberapa tahun kemudian.
Divisi baru dari suatu Universitas Swasta top di Jakarta yang bertugas me-redefine jaringan situs mereka meng-hire saya. Visinya jelas, ekspektasinya jelas, workflow-nya jelas, bayarannya pun jelas XD Setelah beberapa bulan, saya membuat beberapa portofolio yang menurut saya awesome sekali.
Mendadak saya bersyukur sekali beberapa tahun yang lalu saya tidak menggubris follow up yang mengambang tersebut.
Ha, I’ve proven that they were wrong.
sepertinya anda kurang me-viewkan skill anda.
Me-viewkan skill itu yang seperti apa? 🙂
Terimakasih sharingnya, terus terang peristiwa yang hampir serupa juga saya alami. entah telah beberapa kali, diremehkan dan tidak pernah dihargai. Entah sekadar perasaan saja atau bukan. Sayapun tak faham.
Tampaknya butuh kerja keras, walau terkadang tatkala memandang ke kehidupan orang lain, “Kok kalau dia mengungkapkan idenya langsung diterima ya..?”
Kata orang tua-tua di kampung “Mungkin sudah pembawaan masing2..”
🙂
Karena authority. Authority tidak langsung didapat, membangunnya juga butuh waktu dan usaha.
Saya tidak berharpa terhadap pemerintah juga ah… 😀
😉