crowd - marketing becomes horizontal

Di paruh kedua bulan Desember ini saya berkesempatan membaca buku berjudul Crowd: Marketing Becomes Horizontal karangan Yuswohady yang merupakan konsultan pemasaran di MarkPlus & Co-nya Hermawan Kartajaya. Berikut ini adalah poin-poin dan ide-ide di kepala saya yang tiba-tiba “meletup” saat membaca buku ini. Meskipun Crowd membahas mengenai marketing, saya rasa poin pentingnya dapat diterapkan kedalam berbagai aspek kehidupan:

1. Internet telah meletupkan potensi per individu manusia

Dengan internet, hampir semua orang memiliki akses untuk mendisitribusikan informasi yang dapat dijangkau oleh semua orang di seluruh dunia (kecuali china dengan the great firewall of china-nya mungkin).  Satu rekomendasi konsumen ke konsumen lain lebih powerful daripada sepuluh iklan yang kita tayangkan sendiri. Sekarang bayangkan berapa rekomendasi (terlepas dari rekomendasi baik dan buruk) yang dilakukan melalui  sebuah tulisan blog  yang di-subscribe oleh 1000 orang subscriber?

2. Bumi telah berubah menjadi venus

Men come from mars, women come from venus. Rasionalitas dan emosionalitas. Tidakkah kita sadari betapa emosionalnya masyarakat hari ini? Lihat betapa mudahnya para pengguna social media menumpahkan perasaannya melalui web: umpatan-umpatan via status facebook, video marah-marah melalui YouTube (ingat kasus marshanda?), menuangkan amarah melalui tweet (anda pasti juga mendengar “tragedi” tweet Luna Maya kan?), hingga betapa larisnya sinetron dan musik sentimetil.

Tekologi dan budaya telah menggiring kita ke arah emosionalitas tersebut. Pesan pentingnya: kemampuan “menggiring” emosi / perasaan orang lain adalah sangat penting untuk dimiliki di zaman serba emosional ini.

3. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang semakin tinggi

Eksistensi diri (sepertinya) telah menjadi komoditas primer. Salahkan  kita yang menjadi semakin emosional. Temukan korelasi antara laris manisnya penggunaan twitter dan facebook, gadget-gadget yang dibeli bukan karena kebutuhan akan fiturnya, dan larisnya kamera digital yang memicu foto-foto ala remaja labil kepala sedikit mengadah keatas dan bibir digulung atau dimanyunkan. Apakah bukan karena kebutuhan akan aktualisasi diri yang semakin menggila?

Saya rasa poin ini yang mendasari poin-poin yang ditulis Pak Yuswohady pada bab 3, 4, 5 dan 6:

  • Your core competence is CONNECTING your customers
  • Treat your customer as MEMBER. Find their collective Identity, Purpose, and Passion
  • Person needs to communicate itself, and express it’s personal aspirations. Market becomes human.
  • Facilitating is your “Reason of Being”

4. Authenticity + Contagious = rocks

Dunia dengan segala kemajuan distribusi informasinya membuat banyak proses menjadi lebih mudah. Konsekuensinya: dunia menjadi semakin crowded. Untuk itu, kita perlu menjadi diri kita sendiri. Kita membutuhkan keaslian. Authenticity. Meskipun begitu, authenticity saja tidak cukup. Kita perlu menjadi sesuatu yang sangat berbeda yang menarik untuk diperbincangkan sehingga informasi tentang kita menjadi mudah menyebar. Kita perlu menjadi “wabah” yang diperbincangkan.

*****

Yap, saya rasa empat poin diatas merupakan poin yang bisa saya bagikan melalui blog post kali ini. FYI, apa yang saya sampaikan diatas hanya secuil saja dari hal-hal menarik yang saya dapat dari Crowd – Marketing Becomes Horizontal. Buku ini saya rekomendasikan untuk anda yang tertarik pada marketing dan social media. It rocks. Ada banyak hal yang bisa anda dapatkan dari buku ini: mulai dari implikasi web 2.0 terhadap dunia marketing dewasa ini (dari sudut pandang praktisi marketing berpengalaman, note it) hingga mengapa KFC yang notabene jualan ayam goreng terlihat ramai mengorbitkan musisi-musisi baru.

Untuk lebih lengkapnya, anda bisa baca di Crowd – Marketing Becomes Horizontal. Well, saya sudah jadi evangelist-nya Buku Pak Yuswohady nih. Haha.

Anyway, ada yang mau membahkan?