joyful jona – image is courtesy of AndyRamdin

Tadi pagi, di talkshow berjudul “Counseling in English Learning” yang diselenggarakan oleh teman-teman sekelas saya di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris kelas A 2008 sebagai bagian dari pembelajaran mata kuliah bimbingan konseling, saya belajar hal baru yang sangat menarik dari pemateri seorang guru bahasa Inggris yang kita undang dari SMA di Bandung: Joyful Learning.


Yang dimaksud dengan joyful learning adalah pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan memudahkan siswa untuk belajar hal baru.

Bukankah saat suasana hati kita nyaman, kita mudah menyadari sesuatu?

That’s the key. Pembelajaran terdahulu memposisikan siswa sebagai objek. Guru berceramah, siswa mendengarkan. That’s a big no in today’s education. Siswa adalah subjek, guru merupakan fasilitator yang membimbing siswa untuk menemukan pemahaman.

That’s the reason why learning should be joyful. Tugas guru adalah membuat siswa nyaman, cukup nyaman sehingga siswa dapat menemukan jalannya sendiri menuju pemahaman mereka masing-masing.

Pertanyaannya adalah, bagaimana membuat pembelajaran yang “menyenangkan”?

Jawabannya sederhana, singkat, dan mungkin terdengar sangat-sangat klise.

Cinta.

Sesuatu menjadi menyenangkan karena ada cinta disana. Pembelajaran menjadi menyenangkan tatkala guru mencintai apa yang ia ingin siswanya pahami. Sementara cinta selalu berkorelasi dengan kepedulian (caring), pembelajaran menjadi menyenangkan tatkala guru perduli.

Perduli kepada siswa.

Perduli kepada kondisi siswa baik secara fisik, mental, dll.

Perduli kepada apa yang harus dicapai

Perduli kepada kebutuhan-kebutuhan siswa

Perduli untuk menumbuhkan kepedulian siswa terhadap apa yang harus siswa perdulikan

dan kepedulian-kepedulian lainnya

Saya ingat dengan jelas: di banyak periode dalam masa pendidikan saya, saya sering berkata “Damn it, school sucks“.

Mungkin anda juga mengalami hal yang sama.

Jika saya mengingat-ingat, kala itu (yang saya rasakan) tidak ada cukup cinta dan kepedulian yang dimiliki oleh orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Entah itu gurunya, siswanya, atau staff administrasinya.

No loving, no caring, no passion.

No good education.

Saya membayangkan bagaimana wajah pendidikan jika semua orang yang terlibat di dalamnya memiliki kecintaan yang cukup akan apa yang dia kerjakan.

Apakah anda membayangkan hal yang sama?