The Game-Changing Skill

by | Aug 10, 2013 | Essays | 2 comments

Setinggi-tingginya hourly rate seseorang, mereka semua mentok di waktu. Misalkan lu dibayar USD 5 per jam: Dengan logika 40 hours workweek, penghasilan per bulan lu berarti:

5 * 40 * 4 = USD 800 per bulan.

IMO, USD 800 per bulan memang Alhamdulillah banget. Tapi kalo misalkan ini terdengar besar untuk lu, ingat ini:

  1. Merencanakan untuk suatu saat berkeluarga dan berketurunan? Menurut seorang financial planner kondang, biaya pendidikan naik 20% tiap tahun. Gue tahu, kenaikan 20% rasanya terlalu abstrak. Jadi loncat aja ke kalimat ini: “Maka, total biaya untuk menyekolahkan si kecil di tahun 2020 menjadi Rp 400 juta. Itu berarti Anda perlu menyisihkan uang Rp 3,7 juta per bulan hingga 9 tahun ke depan!” .
  2. Sandang pangan papan? Harga rumah naik terus. Di Bandung aja ya minimal banget siapin diatas 200jt lah. Itu juga yang tipe kecil banget.

Terus sekarang mau naikin penghasilan? Dengan asumsi profesi sebagai skilled labour / employee / freelancer, solusinya:

  1. Naikin waktu kerja yang mana ada mentoknya juga. Semua orang cuma punya 24 jam sehari.
  2. Naikin skill supaya hourly rate-nya naik. Tapi senaik-naiknya hourly rate, lu tetep punya 24 jam juga sehari. Jadi in a way, sebenernya ada mentoknya juga. Namun, kalau batas mentok itu impas dengan kebutuhan, ini bukan pilihan yang buruk juga sebenarnya.

Terus gimana dong? Seorang temen SD gue, yang usianya sama dengan gue tapi udah mulai bisnis properti (lagi cluster pertama dan on the way bikin cluster kedua. I know, crazy awesome, rite?) sempet nge-share ini:

Kenapa ada orang yang bisa kaya banget? Semua orang kan sama cuman punya 24 jam sehari? Orang-orang yang kaya banget itu ngemanfaatin waktu orang-orang yang biasa banget untuk memecahkan masalah mereka.

Really, really makes sense. Orang dibayar untuk menyelesaikan / menanggulangi masalah. Masalah, tergantung besarnya, bisa diselesaikan dengan alokasi waktu dan keahlian tertentu. Kalau si masalah ini butuh 100 work hours untuk dipecahkan, dengan logika 40 hours work week, lu bisa selesaikan masalah ini dalam waktu dua setengah pekan. Lumayan lama ya? Kalo lu bisa bikin tim yang diisi 10 skilled workers:

100 work hour / 10 = 10 jam.

Sehari ditambah overtime dikit juga beres. Bayaran dua minggu setengah bisa masuk dalam waktu sehari setengah. Tinggal banyakin aja proses pemecahan masalah yang dibayarnya.

Wow. Tempting.

***

Kesimpulan sementara gue (silahkan nambahin saran atau masukan):

Menjadi seorang expert itu berpotensi untuk memiliki income yang oke banget. Tapi kalo mau income berkali-kali lipat diatas expert regardless apapun alasan lu, lu butuh skill untuk nge-manage tim dan sekumpulan expert untuk memecahkan masalah dengan waktu yang lebih efisien.

Leadership skill, it is.

Anyway, dengan logika sekolah untuk mempersiapkan masa depan dan fakta bahwa dulu berbelas-belas tahun sekolah dengan biaya yang kalo dipikir-pikir lumayan mindblowing, kita diajarin dan belajar leadership skill dan kemampuan mengelola tim yang mumpuni ngga ya?

 

2 Comments

  1. jarfis

    Seorang professor di suatu universitas pernah bilang : Ketika kamu lulus sekolah/kuliah, bawalah CARA BERPIKIR yang biasa kamu gunakan saat sekolah/kuliah. Karna ilmu di sekolah itu terbatas, sedangkan cara berpikir akan terus berkembang.
    itu sih yang sampe sekarang saya pegang. ngga jauh beda sama manajemen memecahkan masalah yang kang fikri ungkapkan. hehe

    • Fikri Rasyid

      IMO, satu lagi selain cara berpikir: sikap.