…
…but there is a time lag so we sometimes don’t see the causative link as clearly as we should.
it Refered to by Abe as the buffer of time.
Izinkan saya bercerita: kurang lebih tiga tahun lalu, ketika saya tengah kelas 12 sekolah menengah atas, bermain musik dalam sebuah band adalah salah satu aktifitas favorit saya sebagai remaja.
Dan sebagai sebuah band, ada satu hal yang sangat saya idam-idamkan ketika itu: merekam lagu saya sendiri. Hal tersebut membuat saya mulai mengumpulkan informasi mengenai recording ketika itu. Kabar baiknya: biaya recording semakin murah seiring dengan perkembangan teknologi digital dewasa ini.
Kabar buruknya: tiga tahun lalu, dengan semua informasi yang telah saya kumpulkan, saya dan band saya tidak jadi recording.
***********
Selang tiga tahun kemudian, awal bulan kemarin, saya dan band saya yang sekarang untuk pertama kalinya merekam hasil karya kami. Saking antusiasnya, saya sampai membuat video tersendiri tentangnya:
Note: jika anda membaca tulisan ini dari RSS Reader atau via email dan tidak melihat video-nya, silahkan lihat videonya disini.
Setelah proses rekaman beres, ada satu poin penting mendadak menggelitik pemikiran saya:
Tiga tahun lalu saya memimpikan untuk recording, dan setelah tiga tahun impian kecil tersebut akhirnya tercapai.
Kesimpulan sementara yang saya ambil: Impian dan harapan kita itu dikabulkan Tuhan, hanya terkadang impian tersebut membutuhkan waktu, jarak antara tercetusnya keinginan hingga tercapainya keinginan tersebut. Satu hal yang dibutuhkan agar realisasi dari impian tersebut menjadi indah.
Satu konsep yang dikenal dengan buffer of time, waktu penyangga.
Mendadak saya memperhatikan sekeliling saya. Banyak sekali hal hal yang hari ini merupakan realita, adalah hal-hal yang tiga sampai lima tahun yang lalu merupakan ‘angan-angan’ yang berlarian kecil di kepala saya.
Hal ini membawa saya pada pertanyaan: Hal-hal apa yang tengah ‘menari-nari’ di kepala saya? Akankah hal tersebut menjadi realita dalam tiga atau lima tahun kedepan?
Bagaimana dengan anda?
P.S.
Hasil dari rekaman saya dapat anda download disini. gratis. 😉
i experience that many times in my life. true.
btw, kenapa *recording tidak diganti rekaman saja? apakah arti atau rasanya berbeda? nasi goreng buatan indonesia dan nasi goreng buatan amerika, enak mana ya?
Waw, now it has a testimony! Thank you, sir 😀
Hmm… untuk alasan yang tidak dapat terlalu dijelaskan secara logis, saya merasa bahwa beberapa kosakata dalam bahasa inggris memiliki ‘kesan’ yang lebih tajam daripada kosakata bahasa indonesia.
Alasan yang lain, karena kata itu lah yang muncul di kepala saya. It’s for the sake of spontaneous-ness 🙂 Saya tidak terlalu strict dalam penggunaan bahasa sih, meskipun sedikit banyak kita semua harus berpartisipasi dalam pelestarian bahasa dengan menjadi pengguna aktif.
Hmmm, jadi teringat ikhlasul amal dari direktif yang tulisan2nya sangat baku itu 🙂
nice!!!!! i like it!!!