.
Saya teringat obrolan dengan seorang kawan semasa sekolah menengah beberapa hari yang lalu. Dia adalah seorang mahasiswa di bidang pertanian terpadu. Ditengah obrolan kami, dia mengeluarkan beberapa pemikirannya tentang pangan: bagaimana distribusi pangan seharusnya, bagaimana cita-cita dia tentang pertanian, dan betapa menyeramkannya kehidupan masyarakat sekarang karena semua yang kita makan hampir tidak pernah lepas dari zat aditif.
Semenyeramkan itu kah?
Ya. Karena zat aditif perlahan-lahan merusak “cetakan” sel. Apa yang terjadi jika cetakan sel rusak? Terproduksinya sel yang tidak diinginkan. Apa yang terjadi jika sel yang tidak diinginkan terproduksi?
Kanker. Berbagai macam kanker.
Biar saya ilustrasikan dengan cerita nyata yang saya ketahui. Ibu saya memiliki seorang kawan yang setiap melihat saya, selalu teringat akan putranya yang sudah meninggal. Mengapa putranya meninggal? Karena semenjak kecil, saking sayangnya sang ibu terhadap sang putra, semua keinginan sang putra akan makanan-makanan “pop” dan “menarik” seperti fast food, daging cincang dalam kemasan, sosis, dll hampir selalu dipenuhi. Beberapa tahun yang lalu, sang putra meninggal karena kanker. Kawan ibu saya dan keluarganya sangat shock, hingga detik ini mereka selalu mencoba untuk tidak mengkonsumsi makanan dengan zat aditif secara berlebihan.
Satu cerita yang lain lagi. Saya kenal seorang ibu yang lain yang sangat sayang terhadap putranya. Sampai-sampai, sejak kecil, segala makanan yang diinginkan sang putra diberikan sehingga sang putranya gembul sekali. Ketika umur sang putra masuk ke kelas 3 SD, ada benjolan tidak diinginkan muncul di kakinya. Diduga sebagai tumor, dan harus diangkat.
Sekarang mari kita lihat sekeliling kita. Apa yang kita masukkan ke perut kita yang tidak menggunakan zat aditif? Beras? Minyak goreng? Bakso? Ikan? Kecap? Saos? Es krim? Cireng? Fastfood favorit anda? Ujar teman saya yang mahasiswa pertanian, yang namanya bahan tidak akan lama bertahan jika tidak diberi bahan pengawet. Sedangkan kita tahu bahwa tidak mungkin suatu bahan pangan dari diproduksinya hingga sampai ketangan kita sampai dalam waktu satu dua hari saja.
Saya jadi mulai berfikir. Bagaimana cara kita untuk bertahan? Saya cukup beruntung ibu saya yang seorang ahli nutrisi membimbing saya dan sering melarang makan-makanan tertentu karena beliau tahu betapa “menyeramkan”nya zat aditif yang dikandung makanan tersebut.
Saya jadi terfikir, bagaimana dengan nasib anak-anak yang lahir di dekade ini dan tahun-tahun kedepan? Di dekade dimana bahkan ketika mereka belum terlahir di dunia pun, mereka sudah tercemar zat aditif dari apa yang dikonsumsi orang tuanya.
Bagaimana pendapat anda?
Cara kita bertahan mungkin dengan detoksifikasi secara rutin, kalau zat2 tersebut memang tidak bisa kita hindari. cmiiw
Kembali ke alam… makan makanan yang murah dan sehat lebih baik dimasak sendiri…
kunjungi blogku ya ada tulisan baru tentang temperamen, ku tunggu komentmu.
emang serem sih. klo ga bikin rusak badan, bikin gembrot. kalo ga bikin keracunan.
jadi mendingan makan yang banyak terus minum air putih yang banyak. tapi air putih juga banyak yang palsu, yah.
jadi ini yang salah siapa? jamannya aja kali udah edan,,
heheu
*bingung*
@Fanari
pertanyaan berikutnya: Bagaimana cara paling efisien untuk men-detoksifikasi? 😉
@maruti69solo
pertanyaannya sama seperti diatas: bagaimana caranya “kembali ke alam”? Dimana mencari yang demikian?
@Ryan
wah, kalau edan mah relatif. haha 😀
memang jaman sekarang yg namanya makanan tu mudah menggoda lidah kita.pengen ini..itu..susah di rem.back to nature z x yh.n coba hindari smw mkanan tu.
cara pendetoksifikasi yang gw tau dari kebiasaan orang cina tradisional,mereka suka puasa beberapa hari sekali, makan sawi yang tidak direbus terlalu lama(walaupun tidak mustahil tumbuhan tsb terkontaminasi).dengan demikian, zat2 adiktif yg nempel di usus besar bisa ikut keluar.oia,pengurangan garam pun bisa membantu, karna garam merupakan zat kimia juga.
pemerintah harus menjamin semua makanan yang kita makan aman
keamanan sekarang bukan hanya di bidang pertahanan dan perekonomian
MAKANAN pun kita harus meminta perlindungan