Pernahkah anda menghitung berapa banyak waktu yang manusia modern habiskan untuk sekolah? Dengan mengambil asumsi umum standard pendidikan hingga sarjana dengan estimasi lulus dalam empat tahun, maka:
Taman Kanak-Kanak: 2 Tahun
Sekolah Dasar: 6 Tahun
Sekolah Menengah Pertama: 3 Tahun
Sekolah Menengah Atas: 3 Tahun
Perguruan Tinggi: 4 Tahun
TK + SD + SMP + SMA + PT = 18 Tahun
So, what’s the matter?
Pertanyaan pentingnya adalah, berapa banyak dari yang kita pelajari selama 18 tahun tersebut yang kita aplikasikan dalam hidup kita?
Agak aneh juga membayangkan bagaimana 18 tahun dalam kehidupan kita, kita di jejali berbagai pengetahuan dan teori yang “akan berguna di masa hadapan” tanpa diajari hal-hal yang “sangat berguna dan penting di masa kini dan di masa hadapan”.
Coba perhatikan:
Kita diajari berbagai teori ekonomi dan usaha di bangku sekolah menengah tapi tidak sedikitpun diajari cara mengelola keuangan pribadi, cara mengalokasikan dana yang dimiliki, cara mencari dana atas ide usaha yang kita miliki, dll.
Kita diajari biologi namun tidak diajari bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tersebut: Bagaimana pola makanan yang baik, bagaimana tidur yang baik, dll.
Kita diajari sikap-sikap terpuji di Pendidikan Kewarganegaraan tetapi tidak diajari bagaimana caranya me-manage konflik, berurusan dengan pemerintah, dll.
Sederhananya, saya merasa pendidikan kita kurang aplikatif ya. Banyak pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam hidup yang bahkan tidak dijelaskan sama sekali dalam sistem pendidikan yang menghabiskan entah berapa milyaran rupiah tersebut. Pertanyaan sederhana yang saya yakin hadir di setiap kehidupan:
Bagaimana caranya menjadi kaya
Bagaimana caranya mengelola keuangan
Bagaimana caranya memiliki rumah sendiri
Bagaimana caranya mencintai
Bagaimana caranya membangun hubungan baik dengan orang lain
Bagaimana caranya membuat orang lain sependapat dengan kita
Bagaimana caranya memiliki hidup yang bahagia
Bagaimana caranya mewujudkan impian menjadi kenyataan
Bagaimana pola makanan yang teratur agar terhindar dari penyakit degeneratif
Bagaimana caranya memperbesar lingkaran perkawanan
Bagaimana caranya membuka usaha sendiri
Bagaimana caranya berkenalan
Bagaimana cara belajar yang efektif
dan ribuan “bagaimana caranya” yang lain. NOTE: Silahkan sampaikan “bagaimana caranya” yang ingin anda ketahui jawabannya versi anda di kolom komentar)
Got what i mean?
Rasanya banyak sekali pertanyaan sangat esensial malah terpaksa kita temukan sendiri dengan Trial and Error. Saya membayangkan betapa segalanya akan lebih efisien jika sistem pendidikan menjawab pertanyaan-pertanyaan esensial tersebut, dan betapa lompatan besar peradaban bisa tercipta karena berbagai hal yang bersifat fundamen tersampaikan secara lebih efektif alih-alih membiarkan generasi muda melakukan proses trial n error untuk sesuatu yang sebenarnya bisa tidak di trial n error-kan.
Bagaimana pendapat anda?
P.S.
Hmm.. Saya harap saya bisa menciptakan sistem yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
VIA Information PC for education by viagallery.com
Pernahkah anda menghitung berapa banyak waktu yang manusia modern habiskan untuk sekolah? Dengan mengambil asumsi umum standard pendidikan hingga sarjana, maka:
- Taman Kanak-Kanak: 2 Tahun
- Sekolah Dasar: 6 Tahun
- Sekolah Menengah Pertama: 3 Tahun
- Sekolah Menengah Atas: 3 Tahun
- Perguruan Tinggi: 4 Tahun
TK + SD + SMP + SMA + PT = 18 Tahun
Kita menghabiskan 18 tahun untuk pendidikan formal.
So, what’s the matter?
Pertanyaan pentingnya adalah: berapa banyak dari yang kita pelajari selama 18 tahun tersebut yang kita aplikasikan dalam hidup kita?
Agak aneh juga membayangkan bagaimana 18 tahun dalam kehidupan kita, kita di jejali berbagai pengetahuan dan teori yang “akan berguna di masa hadapan” tanpa diajari hal-hal yang “sangat berguna dan penting di masa kini dan di masa hadapan”.
Coba perhatikan:
Kita diajari berbagai teori ekonomi dan usaha di bangku sekolah menengah tapi tidak sedikitpun diajari cara mengelola keuangan pribadi, cara mengalokasikan dana yang dimiliki, cara mencari dana atas ide usaha yang kita miliki, dll.
Kita diajari biologi namun tidak diajari bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tersebut: Bagaimana pola makanan yang baik, bagaimana tidur yang baik, dll.
Kita diajari sikap-sikap terpuji di Pendidikan Kewarganegaraan tetapi tidak diajari bagaimana caranya me-manage konflik, berurusan dengan pemerintah, dll.
Sederhananya, saya merasa pendidikan kita kurang aplikatif ya. Banyak pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam hidup yang bahkan tidak dijelaskan sama sekali dalam sistem pendidikan yang menghabiskan entah berapa milyaran rupiah tersebut. Pertanyaan sederhana yang saya yakin hadir di setiap kehidupan:
- Bagaimana caranya menjadi kaya
- Bagaimana caranya mengelola keuangan
- Bagaimana caranya memiliki rumah sendiri
- Bagaimana caranya mencintai
- Bagaimana caranya membangun hubungan baik dengan orang lain
- Bagaimana caranya membuat orang lain sependapat dengan kita
- Bagaimana caranya memiliki hidup yang bahagia
- Bagaimana caranya mewujudkan impian menjadi kenyataan
- Bagaimana pola makanan yang teratur agar terhindar dari penyakit degeneratif
- Bagaimana caranya memperbesar lingkaran perkawanan
- Bagaimana caranya membuka usaha sendiri
- Bagaimana caranya berkenalan
- Bagaimana cara belajar yang efektif
- dan ribuan “bagaimana caranya” yang lain.
NOTE: Silahkan sampaikan “bagaimana caranya” yang ingin anda ketahui jawabannya versi anda di kolom komentar)
Got what i mean?
Rasanya banyak sekali pertanyaan sangat esensial malah terpaksa kita temukan sendiri dengan Trial and Error. Saya membayangkan betapa segalanya akan lebih efisien jika sistem pendidikan menjawab pertanyaan-pertanyaan esensial tersebut, dan betapa lompatan besar peradaban bisa tercipta karena berbagai hal yang bersifat fundamen tersampaikan secara lebih efektif alih-alih membiarkan generasi muda melakukan proses trial n error untuk sesuatu yang sebenarnya bisa tidak di trial n error-kan.
Bagaimana pendapat anda?
P.S.
Hmm.. Saya harap saya bisa menciptakan sistem yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Kalau playgroup juga dihitung, totalnya bukan 18 tahun tapi 21 tahun. Dan selama 21 tahun ini seseorang diajar menjadi bebek atau pun robot…
Terus terang saja ilmu yang paling berguna saya dapatkan di luar sekolah yaitu dari membaca buku atau mengikuti seminar dan workshop.
wah,lagi searching, nyampe di blog ini. tapi nyasarnya jadi manfaat nih.saya pikir saya doang nih yang ngerasa belajar di sekolah agak-agak “garing” gitu.habis gak terlalu keliatan bekasnya di kehidupan nyata. makanya pas dapet kesempetan ngajar, jadi pengen mengubah konsep jadul yang “garing”. tapi ternyata emang agak sulit ya. jadi, sering-sering aja nih bikin tulisan gini. saya jadi kepikiran ingin bikin sesuatu untuk murid-murid saya.makasih lho..semoga tulisannya jadi amal jariyah.amin
@Aldian
yep. Maka dari itu, model pendidikan seperti apa sih yang sebenarnya kita butuhkan? Yang sekarang ini jelas-jelas perlu di efektifkan kan?
@Diana
amin 🙂
Kalau sendiri memang sulit. Perlu gebrakan yang dilakukan secara sistematis saya rasa 🙂
kalo sy sih,,tetap harus menghargai…..ini adlh 10% keadaan………dan 90% sisanya adlh bagaimana kita menjalaninya…….
sy bangga terlahir di indonesia…memang betul…pertanyaan2 sederhana diatas..memang penting..tp yg saya tau..ini adlh sisa tugas yg diberikan tuhan untuk generasi muda seperti kita…so,,knp bukan kita saja yg membuatnya lebih baik….??
sy adalah seorang guru yang harus memaksakan kurikulum terbaru untuk murid saya. ketuntasan materi sangat diperlukan saat ini bukan bagaimana murid memahami tapi bagaimana murid harus mengikuti. satu semester dengan berpuluh2 komptensi dasar yang harus dirampungkan.puihhh..lelah dan tak berguna bagi mereka. murid-murid desa yang taunya adalah bagaimana dia bisa membantu bapaknya menjaga sawah harus belajar bagaimana kita mengenali berbagai macam dokumen, berapa banyak anggota asean, dimana ibukota masing-masing negara tersebut.sangat tidak paham….
tapi nanti dulu…sembari kita pikirkan pendidikan yang bagaimanakah yang tepat bagi mereka, jangan kita hapus dulu yang sudah ada kini. kalau sy ingat dengan jawaban teman sy atas pertanyaan dulu sewaktu kuliah, kenapa aku harus bersusah-susah menyelesaikan kuliah yang ternyata darinya sama sekali tidak saya dapatkan apa yang sy inginkan..ingin tau bagaimana caranya menjadi baik, kaya, aman, tentram, damai tetapi malah disuguhi dengan materi puisi ataupun linguistik atau malah tokoh-tokoh seperti aristoteles, socrates, dsb. tapi….
ternyata dari tuntutan tugas kampus mengaharuskanku banyak membaca, dari situ aku mulai suka membaca, dan sekarang apa saja aku baca, pertanyaanku yang dulu terjawab sudah dng itu. dari kuliah aku mengenal internet, dari kuliah aku mendapatkan banyak teman, dari kuliah aku dapatkan banyak sahabat.yang ternyata sangat berguna sampai saat ini.
bukankah ‘proses’ lebih penting daripada ‘hasil’
skrg yang aku pikirkan adalah ‘pendidikan adalah proses itu sendiri. di kurikulum tidak diajarkan bagaimana cara hidup menjadi baik, kaya, aman, tentram, tapi dari sekolah kita mendapatkannya, dari cerita teman, sahabat, guru yang mengisahkan hal-hal baik.atau dengan membaca buku semua jawaban ada disitu.
disamping itu kita bisa mengenal arti kompetisi, bagaimana saya harus jadi rangking pertama, bagaimana caranya saya bisa mendapat nilai 100 dari bu guru. semua itu masih kita butuhkan.
kita juga jadi bisa tahu mengatur waktu,kapan waktu masuk, istirahat, pulang,…dsb.masih banyak hal positif yang bisa kita dapatkan. dan tentunya banyak hal juga yang harus kita pikirkan dan kita lakukan untuk pendidikan generasi bangsa yang lebih bagus.
untuk saat ini saya sangat tertarik dengan program ‘sekolah menengah kejuruan (SMK)’ menurut saya harus lebih digalakkan SMK-SMK yang bermutu. karena dari situ banyak ketrampilan akan dibekalkan pada anak-anak muda yang siap kerja. untuk para orang tua jangan terlalu memksakan kehendak pada anaknya agar kuliah.kalau memang secara akademik mampu ya monggo saja tidak apa-apa, asal jangan pernah membeli ‘kursi’ di bangku kuliah favorit dengan beratus juta padahal anaknya sangat tidak mampu.
sy juga sangat prihatin melihat aksi mahasiswa-mahasiwa anarkis yang sering sekali membuat keributan hanya karna masalah sepele (meskipun sy dulunya jg suka demo, tp yg pasti bkn ribut karna hal-hal pribadi spt yg skrg ini terjadi-sekali lg hdp adlh proses). kalau Anda memang pintar dan peduli maka gunakanlah pada tempatnya yang tepat.lebih produktiflah dng menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat.
demikian apa yang sy pikirkan dan utarakan saat ini,
ma’af sekali kalau terlalu panjang dan berbelit-belit…
maklum bukan penulis. 😉
saya merasa tulisan anda begitu menarik untuk memberikan satu tanggapan tentu yang baik menurut saya, belum tentu anda apa lagi yang lain, memang benar pendidikan di sekolah di negara indonesia perlu adanya pola yang jelas yang harus diterima oleh peserta didik sehingga nanti di dalam dunia nyata ia dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dibangku sekolah walau hanya teori, sebab pendidikan di tingkat SD tujuannya adalah membentuk potensi anak secara umum sebab bila tidak dibentuk maka kemampuan otak anak menjadi tidak teratur yang mengakibatkan ketika besar pola pikirnya berlainan dengan orang yang pernah mengeyam pendidikan di tingkat dasar,sedangkan untuk tingkat SMP adalah ibarat patung mulai ada lekuk garis atau model yang ada dibentuk sedangkan di SLTA harus sudah berbentuk nyata apa bentuk sesungguhnya, apabila sudah terlihat bentuk yang jelas maka orang lain dapat melihat bahwa benda tersebut mulai ada nilainya dan untuk mendapatkan nilai maka berada di perguruan tinggi dimana mahasiswa lebih dipacu untuk kreatif dalam menentukan kehidupannya dan yang anda rasakan karena anda telah mengamalkan almamater perguruan tinggi yaitu pengabdian,penelitian dan pendidikan disinilah sesungguhnya ilmu itu dapat berguna atau tidak ada gunanya, walaupun seseorang tidak berpendidikan tinggi tapi kalau sudah mengamalkan pondasi almamater pastilah ilmu yang akan diserap sepertinya tak ada dari sekolah, tapi dasar atau wadah pasti dibentuk di sekolah,oke mudah mudah bermanfaat bagi yang mau merasakan bahwa pendidikan tidak hanya di sekolah tapi di mana mana mana