Seorang klien pernah bilang dulu kalau lifespan-nya produk Apple itu paling sekitar 4 – 5 tahun. Tiga tahun delapan bulan sejak gue menggunakan MacBook Pro, ternyata argumen klien gue dulu itu valid: It’s time to upgrade my good ol MacBook Pro.
Latar Belakang Masalah ((Yaelah macem skripsi aja))
Sebenarnya MacBook Pro gue masih capable untuk task sehari-hari. Tapi ketika bebannya mulai berat, spesifiknya ketika gue kerja dan membuka:
- Sketch dengan ukuran 30 MB-an (Sekitar 30-an artboard)
- Google Chrome + Inspector + Emulating Mobile Browser
- Compass (terus-menerus compass watch untuk compiling css secara otomatis)
- XAMPP
- Sublime 2
- Wunderlist
- SourceTree
- Finder
- Dash
MacBook Pro ini mulai nge-lag as in lu ngetik tapi ketikan-nya baru muncul beberapa detik kemudian. Setelah dicek kalau RAM dan empty disk space-nya ngga masalah, kecurigaan gue mengarah ke usia Hard Disk. Dengan pertimbangan nge-upgrade Hard Disk ke SSD tanggung dan lain-lain, gue putuskan untuk upgrade ke MacBook Air.
Kenapa MacBook Air
Kenapa upgrade ke MacBook Air dan bukan MacBook Pro / Pro Retina:
- Ringan. Proyeksi gue, gue akan banyak bergerak tempat kerja kedepannya.
- SSD. Kalau ngga salah, dulu Pak Agus yang bilang “Don’t trust part that moves” :)) Dari review yang gue baca, performa SSD ini superior banget dibandingkan dengan Hard Disk ((Dan emang bener sih)). Speed matters.
- Gue jarang banget make DVD Drive
- Retina display buat pekerjaan gue malah menyusahkan (I’m alienating myself to common display)
Untuk opsi-nya, gue pilih yang 13 inch + 256 GB storage. Layar 13 inch aja kadang kekecilan, apalagi yang 11 inch. Storage 128 GB berpotensi menyulitkan di masa depan ((OSX butuh empty storage space sekitar 10GB-an, kalo ngga bakal lambat)). Gue ngga mau ngabisin waktu lama nyortir file mana aja yang harus disimpen di HDD dan di external drive. This costs me IDR 15.4 million. Gue keluar sekitar 10jt-an untuk MacBook Perjuangan dulu dan selama tiga tahun delapan bulan dia membantu gue menghasilkan income dan value ((Sarjana FTW!)) jauh lebih tinggi daripada apa yang gue keluarkan. Ajaran nyokap gue:
Hemat untuk hal-hal yang konsumtif, tapi untuk hal-hal yang produktif jangan takut keluar uang.
Review Sejauh Ini
Pengalaman dengan MacBook Air ini sejauh ini menyenangkan. Gue sempet khawatir dengan performa-nya karena RAM paling besar yang bisa didapat “cuma” 4GB dan ngga bisa di-upgrade lagi ((Terlebih lagi beberapa temen di Twitter sempet mengutarakan review yang kurang meyakinkan. Beberapa yang lain memberikan review yang meyakinkan sih)). Lesson learned dari MBP gue dulu RAM 4 GB ngga cukup, tapi performa MBA cukup stabil dan cepat. Gue mulai berpikir apakah SSD memang sesignifikan ini ya pengaruhnya: Booting sangat cepat, task-task yang melibatkan read dan write files jadi lebih cepat, dll. Kalaupun ada yang perlu dicatat, saat OSX kembali wake up dari sleep dengan kondisi banyak window yang aktif, terkadang agak beachball dulu. Tapi setelah mulai dipakai, beachball-nya jarang banget muncul. Kalau MBP kemarin kebalikannya: awal-awal oke, tapi semakin banyak yang terbuka semakin sering beachball.
Macem mesin diesel aja ya, lama panasnya LOL
SSD emang superior. Boot dan shutdown dalam hitungan detik 🙂
Ugh baru tahu tentang Dash, sebagai front end hobbyist merasa gagal nih.
Iya itu cepet banget boot n shutdownnya. Keren emang SSD ini (meskipun harganya kampret jg y) XD
Asik banget itu dash, jadi lebih cepet kalo ngecek documentation daripada googling.
ok gw abis baca dan tetep kaga paham, need your advice asap about my useless mbp -..-“
Coba mention di twitter ke @makemac aja, banyak temen2 pengguna iDevice yg (biasanya) bantuin 🙂
Kayaknya nggak bakalan bisa nandingin performance MBP deh Fik.. Ini menurut pendapat guwa aja. 😀
Hehe, cobain aja sendiri 🙂
Akhirnya aku juga memusiumkan mbp dan ganti macbook air early 2014 awalnya aku mau ngambil yang 11 inch tapi setelah beberapa pertimbangan ngambil yang 13 inch dengan 4GB RAM dan 256 GB harganya MYR 3200
Wow, congrats! Kalo udah berkaitan dengan desain, 11 inch IMO kurang deh.