Waktu tiga bulan terakhir yang saya gunakan sebagai guru PPL di salah satu sekolah negeri di kota Bandung membantu saya mendefinisikan ulang apa arti guru bagi saya. Guru bukanlah seseorang yang datang masuk ke kelas, mengabsen, menyampaikan materi, memberikan tugas dan menghukum siswa yang ‘bandel’: Guru adalah perancang pengalaman. Teacher is an experience designer.

Pernah dengar ungkapan “Pengalaman adalah guru terbaik“? Bukan karena pengalaman tidak pernah memberikan tugas bertumpuk-tumpuk, namun karena sebaik-baik apapun seorang guru, yang menentukan apakah seseorang siswa akan memahami dan menguasai suatu topik atau kompetensi adalah siswa itu sendiri. Sama seperti salah satu teknik persuasi yang pernah saya pelajari: jangan paksakan orang meyakini apa yang kamu katakan tapi buat orang tersebut merasa gagasan yang kamu ingin mereka yakini muncul dari dalam diri mereka.

We trust none but our own self.

Agar siswa menguasai kompetensi tertentu, guru perlu merancang aktivitas – aktivitas yang membuat siswa melakukan hal tertentu yang membuat mereka memiliki pengalaman tertentu. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, diharapkan siswa dapat menyimpulkan hal-hal yang menjadi penyusun kompetensi yang guru harapkan siswa dapat menguasainya.

Kompetensi yang menjadi tujuan umumnya memiliki jarak dengan kompetensi siswa saat ini. Maka dari itu, perlu dilakukan scaffolding: memberikan aktivitas yang mudah untuk menghubungkan kemampuan siswa saat ini, disusul aktivitas yang sedikit lebih sulit, lalu disambung dengan aktivitas yang membangun pengalaman untuk target kompetensi yang dituju.

Selesai / selama pelaksanaan aktivitas pembelajaran, idealnya seorang guru juga melakukan evaluasi. Tujuannya? Untuk mengetahui dua hal: Sejauh mana kemampuan siswa berkembang dan apakah aktivitas yang telah dirancang & dilaksanakan membantu siswa menguasai kompetensi yang dituju dengan efektif dan efisien atau tidak.

Dari proses pelaksanaan di ruang kelas yang memakan waktu 2 x 45 menit, dibutuhkan waktu berkali-kali lipat pelaksanaan untuk merancang dan menyediakan segala media yang diperlukan.

Dengan perannya yang sangat kompleks sebagai perancang pengalaman, melihat seseorang berkomentar “ah, jadi guru kan tinggal ngomong doang di depan kelas” terkadang membuat saya kasihan kepada si komentator karena kedangkalan wawasannya.

Sekedar menceramahi orang mengenai apa yang kamu ketahui dengan harapan orang yang mendengar jadi paham sih gampang. Melakukan perencanaan, menyiapkan media, menyelenggarakan scaffolded activities dari yang sederhana ke yang kompleks dengan tujuan membuat siswa mendapatkan pengalaman yang menjadikan siswa tersebut berkembang kompetensinya, menyampaikan instruksi yang dapat dimengerti dengan baik dan mengevaluasi performa siswa serta pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan sekaligus itu tidak sesederhana memberikan ceramah.

Teacher is an experience designer.

Setelah menulis sekumpulan paragraf diatas, saya jadi hendak merevisi kesimpulan saya:

Teacher is an experience designer, experience builder and experience evaluator.