Marjinalisasi Profesi

by | Jan 5, 2014 | Essays | 3 comments

Gue suka miris tiap kali ada becandaan yang ngebawa-bawa dan ngerendahin profesi yang, di mata masyarakat, cenderung “kurang terpandang” seperti OB, pemulung, tukang becak, tukang bangunan, dan tukang-tukang lainnya.

Mereka itu kerja loh. Mereka berusaha halal pake waktu dan tenaga. Bukan korupsi, mencuri, atau minta-minta.

Gue lebih miris lagi tiap kali becandaan model begini dibawain di TV nasional. Entah ada berapa juta kepala keluarga di Indonesia yang pekerjaannya masuk kategori tukang dan pesuruh yang sering dijadiin becandaan yang cenderung merendahkan.

Gue ngga bisa ngebayangin perasaan anak-anak para pekerja yang direndahkan pas nonton acara tv itu.

Di momen-momen kaya begini, gue jadi menyadari dalemnya konsep:

Di hadapan Allah, yang menjadi pembeda hanyalah iman dan takwa.

Jangan jumawa hanya karena pekerjaan, nominal penghasilan, atau kehormatan yang lu dapat karena jabatan.

Featured/background image is courtesy of Anthoni Askaria.

3 Comments

  1. bayupribados

    gue setuju banget sama sikap ini, sayangnya gue masih sesekali ketawa kalo denger jokes insulting begitu.

    • Fikri Rasyid

      Ya begitu lah. Culture, gue rasa. đŸ™‚

  2. Haqqi

    Yah, begitulah. Lama-lama kita generasi yg peduli bangsa ini harus bikin stasiun tv sendiri nih.