Entah mengapa akhir-akhir ini ada saja teman saya yang bermasalah dalam relationship. Beberapa dapat menanganinya dengan apik, namun ada juga yang kondisinya sampai mengkhawatirkan.
Saya juga dalam kehidupan saya sempat lah mengalami kejadian seperti itu. Dan mengalami memang memberikan perspektif berbeda dibandingkan mengamati dari jauh. Bermasalah dengan hubungan itu berat. Hanya saja, setiap orang memiliki definisi yang berbeda mengenai “berat”.
Kemarin saya mendapatkan cerita pendek yang cukup menginspirasi terkait dengan hal ini. Semoga menginspirasi:
*********
Alkisah, terdapatlah satu desa dimana disana di larang keras menjual buah-buahan. Cukup aneh memang. Lebih anehnya lagi adalah konsekuensi dari siapapun yang melangggarnya. Setiap orang yang melanggar aturan ini, yakni berjualan buah, akan mendapatkan konsekuesi yang sangat menyakitkan:
buah dagangannya akan dimasukkan ke *maaf* anusnya.
Suatu hari, ada seorang pedagang salak yang keukeuh ingin menjual salak-nya di desa tersebut. Maka berjualan lah ia. Sialnya, tidak lama kemudian diapun tertangkap. Sang penjual salak pun digiring ke alun-alun dan akan segera dieksekusi: Buah salak dagangannya akan segera dimasukkan ke anusnya.
Ketika dia semakin dekat ke alun-alun untuk dieksekusi, ketakutannya semakin menjadi. Tubuhnya gemetar, dan keringat dingin bercucuran dari tubuhnya. Terbayang olehnya rasa perih dan sakit dari buah salak yang bersisik, kasar dan sedikit berduri yang akan dimasukan ke anusnya.
GLEK.
Namun anehnya, tidak lama kemudian si penjual salak mendadak tertawa terbahak-bahak. Orang-orang pun heran dengan tingkahnya. Ini mau dieksekusi kok malah tertawa. Setelah ditelisik, ternyata di kejauhan dia melihat temannya sang penjual durian yang tadi sama-sama keukeuh ingin berjualan di desa tersebut tertangkap dan tengah digiring ke alun-alun untuk dieksekusi sama seperti dia.
*********
Got the idea? 😉
Ketika kita melihat penderitaan diri kita sendiri, kita merasa bahwa diri kita adalah manusia paling malang sedunia. Namun ketika kita membandingkan kesulitan yang kita alami dengan kesulitan jutaan orang lain di dunia, kita akan paham siapa yang sebenarnya lebih menderita dan mengapa kita patut berkata bahwa “yang saya alami ini bukan apa-apa, saya harus kuat”.
Well, semoga tulisan ini menginspirasi senin pagi anda 🙂
Best Regards,
Fikri Rasyid
gw ngakak baca cerita lw (lmao)
kadang manusia merasa sulit untuk menggerakkan lehernya, baik itu keatas ataupun kebawah
tapi tetep aje kan ya pegel rasanya kalo kepalanya ga digerak-gerakin, emang ada yang tahan gitu?
hehe
@oma
haha, ya begitulah 😀
gue pernah baca di satu buku, dia bilang eksistensi manusia itu ada karena adanya gerakan. Ketika dia berhenti bergerak, hilanglah eksistensinya.
DI pikir2 benar juga sih. Kalau jantung kita berhenti bergerak kita game over kan?
Haha. Boleh juga tuh ceritanya.
Inspiring.
Btw, Mas. Saya ni English Student juga loh. Tapi lebih cenderung ke linguistiknya. Akhir2 ini saya lagi ngerjain proyek tentang American Accent. Kalo sampeyan kecenderungannya ke mana?
oh, ngambilnya linguistik? Saya sih pendidikannya 🙂