Apakah alasan kita demikian aktif di situs jejaring sosial adalah karena sebenarnya kita… kesepian?

Tidak ada yang menghiraukan apa yang kita omongkan, itulah mengapa kita memutuskan untuk mengekspresikan apa yang kita pikirkan dalam status update di facebook.

Tidak ada seorang pun yang bertanya “how’s your day?” atau “bagaimana harimu?” atau “lu kenapa sih? kok murem gitu?” sehingga kita memutuskan untuk meneriakkan kegelisahan kita dalam 140-karakter tweet di twitter.

Atau mungkin kita terlalu malu. Adat timur yang kita anut melatih kita untuk nrimo, tidak membicarakan yang tidak penting sehingga semua yang kita anggap “tidak penting” itu berkumpul, menggumpal, dan meledak saat kita sudah tidak mampu lagi mendefinisikannya.

Coba lihat orang-orang terdekat kita.

Kita selalu bilang kita sayang mereka. Tapi coba pikirkan lagi, apakah kita tahu apa yang ada di dalam benaknya? Apa yang meresahkannya, dan apa yang benar-benar diinginkannya?

Atau kita tidak menyadari beban yang disandangnya karena ia menutupinya dengan keceriaannya?

Satu pertanyaan terakhir,

Apakah kamu bisa merasakan kesepian yang menggumpal di tengah kesemuan masyarakat kita?