It’s stupid. Ada pendapat seorang teman dikelas tadi yang sangat menarik mengenai topik diskusi ini:
Saya percaya tidak ada hal baik yang berawal dari kekerasan. Disiplin yang berawal dari kekerasan bukanlah disiplin, melainkan ketakutan. Ketika pihak yang mengendalikan ketakutan sudah tidak ada, hilanglah disiplin itu.
So true. Memang ada pandangan kalau peserta didik yang “kurang dikerasi”, maka mereka akan menjadi manja dan tidak tahan banting. Namun jika kita lihat orang-orang yang sangat berhasil, pada umumnya keberhasilan mereka berasal dari kecintaan mereka terhadap sesuatu dan bukannya disiplin yang berawal dari ketakutan. Karena kecintaannya, mereka melakukan sesuatu. Karena melakukan sesuatu mereka menemui tantangan dan dari memecahkan tantangan-tantangan itulah mereka menjadi tahan banting dan kuat.
Menyikapi topik kekerasan dalam pendidikan yang dilakukan untuk menumbuhkan kedisiplinan, it’s an old-school waaay. Cara seperti itu, sependapat saya, sudah ketinggalan zaman. Please deh, ini sudah tahun 2010. Masih ada cara lain yang lebih elegan dalam menumbuhkan kedisiplinan: memberikan tanggung jawab. Saya percaya yang seharusnya dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan kedisiplinan bukan dengan melakukan kekerasan, namun dengan menumbuhkan kecintaan siswa terhadap hal-hal yang dianggap perlu sehingga dari kecintaan itu muncul rasa tanggung jawab dan disiplin.
Pertanyaannya, bagaimana cara menumbuhkan kecintaan siswa?
Background image titled “Fight Club” is made by Polina Sergeeva who makes it available to use under creative common license. Thanks to her. Creative common is awesome. ๐
baiknya mengenal mwnya siswa, terus m’hungkan setiap mata pelajaran dgn tujuan hidupnya.
gimana m’jelaskannya ya?
hm,,,,,,,masih belajar ama fikri menuangkan isi kepala dan hati.
pertama kali melihat tulisan fikri hatiku berbisik
“andai sejalk dahulu aku berani menuliskan ilmu yang sempat menumpang dalam diriku, mungkin sudah bisa nulis dgn baik kaya’ fikri”
thanx ya fikri
Nah, itu yang sebenarnya saya pikirkan. bagaimana caranya agar yang diajarkan itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa untuk mencapai tujuan hidupnya.
Hanya saja masalahnya, terkadang ada sesuatu yang perlu disampaikan sekarang, tapi tidak dibutuhkan sekarang dan beberapa tahun kemudian baru terpikir “wah, jadi ini toh yang dimaksudkan dulu itu” dan bermanfaat untuk si siswanya itu sendiri. Itu faktor X yang guru tidak bisa tahu.
Haha, saya juga masih belajar. Yang saya tulis ini apa yang saya pikirkan saja ๐
Menurut saya frasa yg lebih tepat, “Kekerasan dalam Institusi Akademis.” Karena kata ‘pendidikan’ terlalu mulia untuk itu.
Tentang bagaimana cara menarik minat pembelajar, kita bisa belajar dari para trainer2 bersertifikat public speaking training, NLP, & lain semacamnya… Mereka punya teknik2 tersendiri utk membuat para audiensnya tetap antusias selama proses pembelajaran.
Sebenarnya kalo kita memang memiliki tekad untuk berbagi ilmu tanpa harus memaksa & menyakiti yg lain, jalan yang tersedia sudah banyak. Google pasti tahu.
pernah sih, mencoba dg menanyakan “cita-cita setiap siswa”, malah sempat bingung karena sekitar 60% yg bercita-cita jadi pembalap.
gimana carannya agar mereka tertarik dengan pelajaran biologi ya?
ya disambung2kan aja.
lumayan dapat respon siswa.
selain dr google bisa jg dr pengalaman sendiri sebagai siswa
Hmm.. saya pikir jawabannya: imajinasi. Imagination is more important than knowledge. Guru harus bisa berimajinasi dan memposisikan dirinya sebagai siswa ๐
Maksud saya memang “pendidikan” kok, bukan institusi tertentu ๐ Hal-hal yang diajarkan orang tua / masyarakat itu juga kan pendidikan, dan berapa banyak orang tua / masyarakat atau bahkan agama yang dilakukan dengan kekerasan? ๐
Yap, sumber belajar yang menarik memang. ๐
Google tidak tahu, google hanya mengorganisasikan informasi. Yang tahu itu satu orang yang mempublikasikan informasi yang informasi tersebut dibuat searchable oleh Google ๐
1. Barangkali sistem pendidikan kitalah yang harus dirubah, karena kalo saya perhatikan kurikulum kita berlaku sama saja bagi semua siswa, padahal setiap orang memiliki minat yang berbeda sehingga ketika siswa kebetulan memiliki minat pada pelajaran tertentu pasti dia akan serius memperhatikannya dan tentu sebaliknya bagi siswa yang tidak berminat terhadap pelajaran tertentu maka engganlah atau malas belajar.
2. Faktor Keluarga, sebaiknya ada hubungan atau kerjasama yang baik antara pendidik/guru dengan orang tua siswa, sehingga pendidik/guru dapat mengetahui latar belakang dan kebiasaan siswa ketika dirumah disamping mengarahkan kedisiplinan mulai dari rumah.
3. Faktor Budaya, pada umumnya kita atau orang tua menempatkan anak ke dunia pendidikan hanya dengan harapan mendapatkan gelar dan kelak dapat pekerjaan yang gaji gede, itu tidak salah, tetapi yang terjadi belajar/sekolah hanya untuk mengejar ijasah/sertifikat sebagai bekal mencari kerja. masalah kemampuan itu soal nanti.
1. Yap. salah satu dosen saya bahkan sempat berkata kalau kurikulum kita ini “terlalu otak kiri”.
2. Integrasi. yap, itu juga salah satu missing link pendidikan kita ya. Orang tua tidak mau repot (ini agak menggeneralisir sih) dengan proses mendidik anak, sekolah takut mencampuri privasi keluarga orang.
3. Aha! Itu dia kesalahan yang sangat fatal-nya ๐
Berikan Yang Terbaik ….:)
Contohnya? ๐