Hari ketiga kontes berpikir kritis NavinoT. Dan ‘tantangan’ hari ini cukup cerdik: Memberikan masukan untuk Bhineka.com, online store di bidang hardware komputer sekaligus sponsor dari kontes berpikir kritis NavinoT.
So, we’re going to have some review. Meskipun saya memiliki sedikit beban dalam memenuhi instruksi kali ini:
- Saya (masih) bukan seorang online buyer
- Computer hardware is not a cup of my tea. Hardware komputer (produk yang ditawarkan di bhineka) bukanlah satu hal yang menjadi perhatian saya.
Sebenarnya dua hal diatas tidak menjadi halangan dalam urusan review-mereview. Toh review dan memberi masukan berada di dalam bab berpendapat yang sudah dibahas kemarin. Sampaikan saja apa yang ada di dalam pikiran. Bisa saja saya memberikan pendapat-asal-semau-gue berisi kritik ultra kritis mengenai bhineka demi kepentingan berkompetisi di kontes, tapi mengkritisi sesuatu yang tidak saya begitu pahami rasanya seperti anak sd biasa yang berbicara persamaan integral: nonsense.
Jadi, saya tidak mengkritisi bhineka dari sudut pandang pengembang dengan berbagai jargonnya. Saya mengkritisi bhineka layaknya seorang pengunjung toko yang jalan-jalan ke toko tersebut dan menemukan kejanggalan tanggung di toko tersebut, dalam waktu yang sebatas jalan-jalan.
Here we go. Sekarang saya membuka tab baru di firefox dan mengetikkan URL http://bhineka.com.
Kesan pertama:
- Cool juga. Converter mata uangn yang menempel di bagian bawah browser memberikan kesan halaman web yang height nya fix. Padahal masih bisa di scroll kebawah. Di satu sisi, tampilan web terlihat kompak dan padat. Di sisi lain, jadi tidak terlalu terlihat seperti e-store y? List barang dan harga yang menjadi ciri khas e-store baru terlihat kalau halaman di scroll ke bawah sih. Sebagai tambahan: kok converter mata uang yang menempel di bawah tampilan browser itu terasa menghalangi ruang gerak y?
- Mengapa di toko online yang menjual peripheral komputer ada tampilan topeng pewayangan dan tulisan faces of indonesia di sudut kiri atas yang menjadi tempat dimana kita biasanya melihat identitas (icon) website? Aneh. Serasa masuk ke BEC (mall komputer dan handphone ternama di bandung), namun yang ditemui di dalamnya malah pameran pariwisata lokal. Setuju dengan kata NavinoT deh.
- Well, ini benar-benar subjektif pandangan saya, masalah citarasa sih: Apakah ornamen bundar-bundar di kiri dan kanan halaman perlu? Seperti masuk toko komputer dengan tampilan distro-distro di tahun 2006an. Pendapat saya pribadi sih, tapi tampilannya “tidak toko komputer banget”. Ambience toko komputernya “ngga dapet”.
Sekarang lanjut scroll ke bawah.
- Hey, ada review produknya! Keren 😀 Tapi terasa kaku y? Tampilan komentar dan reviewnya terpisah. Normal Website sekali. Mengapa produk review yang dilakukan oleh editor bhineka tidak dalam bentuk blog saja? Lebih humanis 🙂
- Ada Bagian “Our Passionate Editors” dan list para editor, namun list tersebut bukan berupa link yang menuju profile para editor dimana kita bisa mendapatkan informasi mengenai para editor tersebut. Hey, dari mana kita tahu mereka passionate dan jika tidak mengetahui siapa mereka?
Sekarang coba menjelajah lebih dalam.
- Mencari produk? lakukan pencarian atau sort berdasarkan kategori. Sekedaar catatan: rasanya lebih menarik jika kategori produk diletakkan di sidebar daripada menu bar y? Apalagi dropdown dengan banyak list item begini.
- Hmm… permalink category-nya lumayan. Tapi permalink produknya kok kurang representatif y?
- Saya mencoba mengambil action “Beli”, dan hey! efeknya keren juga, ada pop up yang ditampilkan menggunakan lightbox 😀
Well, waktu jalan-jalan habis. 🙂
Overall, di luar integritas bhineka yang sudah terbangun sebagai Indonesia No.1 Webstore, saya pribadi kurang nyaman dengan tampilan bhineka. Pada akhirnya tadi saya menemukan alasan dari desain bhineka di halaman Backstage Design. Tapi pendapat saya, rasanya pengunjung tidak akan terlalu mempedulikan alasan filosofis desain deh. Yang pengunjung nilai kan apakah mereka nyaman atau tidak berada disana. Dan dengan tampilan yang (mencoba) nampak etnik itu, saya serasa masuk toko batik dengan berbagai gadget yang terlihat di display itemnya.
Untuk dipertimbangkan, alih-alih ornamen etnik yang seperti tidak pada tempatnya, simplicity seperti Apple Store dan Threadless mungkin bisa menjadi masukan. Mereka simple dan sangat nyaman di singgahi 🙂
Fikri,
mereka punya halaman ala blog post (namanya halaman ‘Bhinneka Post’), ada di bawah kanan laman.
Above the fold-nya, saya senada dgn review Mas Fikri dan reviewer lain. Belum terasa nendang spt toko komputer online. Walau memang ada tema budaya Indonesia yg mendasari. 🙂
ah saya belum nyoba simulasinya..
@dani
Yap. Tapi tetap “keramean” sekali y? 🙂 Meskipun ide melestarikan budaya Indonesia melalui desain web itu keren, tapi eksekusinya tetap agak kurang nyaman dipandang.
Well, saya penggemar minimalis sih 😛
Salam Kenal,
Saya mo bikin TA buat D3 saya,tapi saya berpikir kalo buat program kayanya otak saya blum nyampe deh(he..he..)tapi setelah melihat web ini(ref kenalan)saya jadi berpikir mengapa gak bikin web seperti ini aja
Jadi saya minta tolong Bpk/Mb tuk beri saya pamnduan atau apalah yg bisa menunjang TA saya ini
Makasih yaa sebelumnya,saya tunggu balasannya.
Hs,
BgS P
@bagus perdana
Kalau berminat lebih dalam kepada blog (website seperti ini), kunjungi saja http://bloggingly.com