Mom with Mac

Pagi ini gue ngajarin nyokap yang notabene digital immigrant1 cara mindahin foto dari iPadnya ke Mac Mini via Photo Stream dan import langsung ke iPhoto. Ada beberapa hal yang gue sadari dari kejadian di pagi ini:

  1. Pengajar cenderung memaksakan satu cara untuk memahamkan sesuatu, padahal pembelajar bisa jadi punya caranya atau batasan2 sendiri dalam memahami sesuatu. Contoh: gue sempet bilang “mamah liat dulu ya, baru nanti dicatet“. Gue pikir lebih baik pola lihat -> catat -> ulangi mandiri. Hasilnya? Nyokap bingung. Ternyata nyokap lebih mudah paham kalau menggunakan pola lihat sambil catat -> ulangi sambil dibimbing -> ulangi mandiri.
  2. Pecah konsep kedalam segmen-segmen kecil. Gue sebenarnya udah pernah mempelajari konsep ini di bangku perkuliahan dulu, tapi ada gap yang besar antara tahu dan paham setelah memahami. Terlebih lagi, sebagai pengajar seringkali kita terjebak berpikir “ah gini doang kok” dan “pengen cepet beres“. Yang sering terjadi: pengajar membeberkan konsep a, b, c, d, e dan berharap pembelajar bisa langsung mengerti dan bisa mempraktekan kesemua konsep tersebut. Padahal, pembelajar akan lebih mudah memahami dan mempraktekkan jika diajarkan konsep a lalu terlibat atau praktek baru kemudian bertahap ke konsep b lalu praktek dan seterusnya.
  3. Lebih mudah mengajarkan sesuatu jika pertanyaannya datang dari pembelajar daripada pengajar menjejalkan sejumlah informasi yang pembelajar bingung untuk apa informasi-informasi ini. Alih-alih mengajarkan “liat ya mam, begini begini begini nih“, ternyata lebih mudah “cobain deh mam“, “loh kalo mau begini gimana a?” dan “oh kalau mau begitu begini caranya mam“. Tinggal pertanyaannya bagaimana mengkondisikan pembelajar dalam situasi yang membuat mereka bertanya.
  4. Yang tiga diatas tentang mengajar, sementara yang satu ini tentang UX: Betapa berbelit-belit-nya cara meng-import foto dari iOS Device ke Mac. Colok device, muncul iPhoto, import. Meskipun skema ini cukup mudah dipahami untuk tech-savvy people, gue mulai menyadari ada yang kurang natural secara UX. Penggunaan nama ‘iPhoto’ dan loncat-loncat dari si atu app ke app lain untuk melakukan satu task (connect menggunakan iTunes, import menggunakan iPhoto, etc) terlalu geeky rasanya. Disinilah gue merasa ‘social design’-nya Facebook menjadi juara. Kurung dalam satu walled garden yang familiar, lalu beri penamaan yang natural. Satu milyar pengguna bukannya dicapai dengan social pressure saja bukan?

Well, mengagumkan apa yang bisa dipelajari dari keputusan “ah mau ngajarin mamah caranya mindahin foto” pagi ini.

FOOTNOTE

  • 1 Sudah bukan rahasia lagi kalau mengajari komputer ke generasi digital immigrant itu tidak mudah. Ada knowledge gap yang cukup besar antara mereka dan UI komputer.