Balada Penghasilan Tenaga Pengajar

by | Jul 30, 2012 | Essays | 8 comments

di ruang kelas

Gue dalam skala tertentu memiliki perhatian di bidang pendidikan dan sangat menikmati tweet-tweetnya @gurukreatif. Selain cerita yang beredar di sekeliling gue, topik mengenai Uji Kompetensi Guru (UKG) dan kisruh mengenai sertifikasi kemarin cukup menggelitik gue untuk kepikiran untuk menulis tulisan ini:

Semua orang, kecuali orang yang pengen negara ini ngga kemana-mana supaya rakyatnya bisa dikadalin terus, pengen kualitas pendidikan di negara ini maju. Tapi kalo ngomongin kualitas pendidikan, hal paling realistis yang terpikir oleh gue pasti mengenai dana. Spesifiknya, dana yang dibutuhkan untuk membayar tenaga pengajar professional dan berdedikasi agar fokus mengurusi pendidikan.

Let me tell you something. Ujung tombak pendidikan itu tenaga pengajar. Ngarepin pendidikan maju tanpa memajukan kualitas pengajar itu sama aja ngarepin Indonesia bebas korupsi tapi pejabat-pejabat korup yang mimpin Indonesia sekarang dibiarin. Kakek nenek gue guru. Bokap & nyokap gue dosen dan udah ngajar lebih dari 20 tahun. Gue kuliah di Universitas yang secara eksplisit ada label “Pendidikan” di namanya dan ngambil jurusan pendidikan. Tau ngga apa yang terjadi ketika pengajar tidak dibayar dengan baik? Pengajar juga manusia, punya keluarga dan tanggungan finansial. Ketika penghasilan dari profesi mengajar ngga cukup, mereka mau ngga mau harus mencari penghasilan dari sisi lain. Sekarang realistis deh. Waktu & perhatian itu terbatas, semua orang juga cuman punya 24 jam. Ketika waktu dan perhatian pengajar terbagi-bagi dan fokus utama manusia pasti memenuhi kebutuhan keluarga, semua teori yang dipelajari untuk mencapai ‘pendidikan ideal’ itu ngga bakal bisa diimplementasiin. Keburu capek sama gimana caranya biar kebutuhan keluarga terpenuhi. Sekarang masih mimpi pengajar selalu ada untuk memenuhi kebutuhan akademik siswa dari segi kognitif, afektif, psikomotorik dan psikologis? Hell no, they’d ridiculously busy working on their other projects for the sake of their family. Liat kondisi sekarang. Kalau kondisinya dibiarin kaya begini terus, masih mimpi punya kualitas pendidikan yang bagus?

Realistis deh.

Ini hal yang membuat gue capek dengerin orang bilang “tapi uang kan ngga bisa membeli [insert_anything_here]“. Kalau ada dana yang cukup, penyelenggara pendidikan bisa memberi bayaran yang memadai kepada tenaga pendidik YANG BERDEDIKASI dan BERKUALITAS sehingga mereka ngga perlu mikirin kerjaan yang lain. Mereka bisa fokus kepada pengajaran dan anak didiknya. Dengan dana yang cukup dan pola pikir yang tepat, mereka bisa meningkatkan kualitas diri mereka. Just in case aja siapa tahu elu belum tau: harga buku mahal. Harga konferensi dan workshop yang bagus apalagi.

Kalau ada satu hal yang membuat orang-orang berkualitas yang bergerak di bidang pendidikan bertahan, alasannya hampir pasti* bukan karena uang. Ketika pengajar mengajar dan ada anak didiknya paham atau terinspirasi karena mereka, itu hal yang berapa juta dana tunjangan pun ngga bakal mampu kasih.

Tapi sebagaimana ungkapan klise “tapi cinta aja ngga cukup …“, memangnya perasaan puas aja cukup?

***

  • Secara umum gue yakin dengan apa yang gue katakan tapi selalu ada hal-hal absurd yang di luar ‘general truth‘.

 ***

Update: Setelah gue baca draft tulisan ini, gue sendiri kok nangkepnya tulisan gue ini seperti ngebantah tulisannya @gurukreatif ya. Maksud gue bukan itu. Gue pribadi meyakini kalau gaji tenaga pengajar harus dinaikkan. Tapi ngeliat realita yang ada, menyebalkan banget ngeliat pengajar yang absurd tapi punya kemampuan politik yang tinggi bisa dapat sertifikasi sementara guru yang passionate ingin ngebuat dirinya dan anak didiknya menjadi lebih baik ngga kebagian jatah sertifikasi. Gue meyakini apa yang gue tulis di post ini sementara tweetnya @gurukreatif menunjukan realita yang ada: usaha untuk menaikkan hak pengajar itu ada, tapi realita belum berpihak kepada mereka yang memiliki berdedikasi.

8 Comments

  1. sovia haryati

    artikel yang bagus, memang gaji sudah seharusnya naik karena kami dirumah masih tetep kerjakan tugas sekolah lho, kalau yang sudah sertifikasi juga sebaiknya menurut saya, tidka memikirkan pekerjaan tambahan lain agar fokus makanya diberi tunjangan sertifikasi, juga harus melengkapi fasilitas, dan buku2 pelajaran juga media2 pengajaran lainnya…
    yang nampak disekolah saya, guru sertifikasi itu gaptek, buat perangkat nyontek…

    • Fikri Rasyid

      AFAIK, waktu satu jam di kelas itu sama dengan berjam-jam waktu persiapan dan evaluasi.

      kalau yang sudah sertifikasi juga sebaiknya menurut saya, tidka memikirkan pekerjaan tambahan lain agar fokus makanya diberi tunjangan sertifikasi, juga harus melengkapi fasilitas, dan buku2 pelajaran juga media2 pengajaran lainnya…
      yang nampak disekolah saya, guru sertifikasi itu gaptek, buat perangkat nyontek…

      This is the point. Couldn’t agree more 🙂

  2. Isranurhadi

    Tulisan yg menarik dan saya ga pandai menulis dgn baik untuk menanggapi tulisan ini.

    Cuma ingin bilang tetap lakukan hal yg bermanfaat buat siapa saja mas.
    Semakin banyak memberi kita akan semakin banyak menerima.

    Salam, @IsraNurhadi 🙂

    • Fikri Rasyid

      Yap, bisa menuntut banyak itu kalau sudah berbuat banyak. Ehtapi biasanya yang berbuat banyak tanpa menuntut juga mendapat banyak ya? 😀

  3. Isranurhadi

    Harusnya, salam bukan salah, maaf 🙁

    • Fikri Rasyid

      hihi, sudah saya perbaiki itu 🙂

  4. Cahyo Wicaksono

    gw sendiri agak males klo ngomongin sertifikasi guru fik, udah jarang gw nemu guru yang bener bener melakukan karena passion, terlalu banyak guru yang gw temukan karena money oriented.

    sepertinya ini berlaku untuk semua bidang ya fik, klo tolak ukur kerjaan itu adalah uang pasti efeknya sama seperti itu, yang lebih gw lakukan kepada guru2 muda (dulunya teman main gw) dengan mendirect orientasi dari uang kepada kecintaan kepada pekerjaan (passion)

    yah tapi itu cuma bisa diterapkan ke guru muda, gw coba terapkan ke guru yang udah puluhan tahun tapi kurang berhasil

    • Fikri Rasyid

      Jarang tapi pasti masih ada 😀
      Gue pribadi ngga nyalahin money oriented sih. Ngga apa2 money oriented asal kerjanya professional, fokus ke muridnya bener2 murid. Guru juga, seperti yang gue bahas di posting ini, manusia yang punya kebutuhan finansial. Gimana mau fokus kerja kalo kebutuhan belum teratasi 🙂