satu hal ini selalu mengusik saya di setiap bulan ramadhan, waktu dimana umat islam sedunia menjalankan ibadah shaum : Razia pedagang makanan di siang hari. Pedagang makanan di larang berdagangan makandi siang hari.

Saya sangat tidak setuju dengan hal ini. Okelah, mayoritas penduduk indonesia memang umat muslim. tapi bagai mana dengan yang non muslim? bagaimana dengan umat muslim yang tidak diwajibkan puasa? seperti wanita yang berhalangan, orang tua dan musafir? mereka akan kesulitan untuk mendapatkan konsumsi di siang hari.

“Tapi, ini merupakan tindakan untuk mengurangi godaan untuk umat muslim agar puasanya tidak batal.”

shaum, bagi saya merupakan tanggung jawab langsung seorang Hamba dengan Sang Maha Pencipta. Jika seseorang yang berpuasa tersebut memang serius shaumnya, apalah arti godaan makanan di depan mata. Namun jika seseorang memang tidak serius shaumnya, meskipun tidak ditemukannya makanan yang di jual oleh pedagang yang berjualan di siang hari, pasti di carinya kemanapun juga.

Saya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Ary Ginanjar, sang founder ESQ modeling, tentang apa yang dikatakannya tentang islam dalam ESQ, yang koheren dengan topik ini :

“Bukan Al-Qur’an untuk islam,
bukan dunia untuk islam,
Tapi Al – Qur’an dan Islam untuk dunia.
Islam merindukan perdamaian dan kebahagiaan sejati,
bersama yang lain.”

Ary Ginanjar Agustian, dalam pengantarnya di buku kecerdasan Emosi dan spiritual.

Bukan masyarakat non-muslim yang harus kita tuntut untuk mengerti umat islam yang menjalankan ibadah shaum,
tapi umat muslim yang sedang saum lah yang bertoleransi kepada umat non-muslim, dan kita semua saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Bukan dunia untuk islam, tetapi islam untuk dunia, sebagai Rahmatan lil Alamin.
saya rasa itulah esensi islam.

Salam, 🙂