image is courtesy of One Laptop Per Child

Beberapa hari yang lalu, saat saya berada diperjalanan dari rumah saya di cikutra ke kampus di ledeng (saya suka memikirkan banyak hal secara acak ketika berada di kendaraan), pikiran saya memunculkan pertanyaan yang sangat sederhana tapi penting: mengapa pendidikan penting?

Mewariskan kebudayaan

Saya teringat salah satu mata kuliah landasan pendidikan yang saya ambil tahun kemarin. Salah satu esensi terpenting pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pendidikan diciptakan untuk memanusiakan manusia. Yang membedakan manusia dan bukan manusia adalah keberbudayaannya. Pendidikan diciptakan untuk mewariskan kebudayaan terdahulu agar generasi berikutnya mendapatkan kebajikan generasi terdahulu sehingga mereka memulai start di garis finish generasi terdahulu yang memungkinkan mereka mencapai apa yang belum sempat dicapai oleh generasi terdahulu.

Dengan itulah mereka menjadi manusia, manusia yang lebih baik. Dengan memiliki kebudayaan, dan menciptakan kebudayaan yang lebih baik.

Cepat atau lambat, kita semua akan mati

ini adalah poin yang membuat saya tersadar: tidak perduli sehebat apa anda sekarang, anda (dan kita semua) memiliki batas bernama kematian. Saya teringat kelas language in society yang saya ambil semester ini: Satu bahasa mati ketika tidak ada lagi pembicara / pengguna bahasa bahasa tersebut. Ketika generasi sunda setelah saya lebih memilih berbicara bahasa indonesia alih-alih berbahasa sunda dan semua pembicara bahasa sunda dari generasi saya keatas sudah habis (red: wafat), bahasa sunda juga turut habis riwayatnya.

Berfikir “terbuka”

Jika memang pendidikan sepenting itu, apa yang harus kita lakukan untuk menyikapinya? kita mungkin bukan penentu kebijakan atau pelaksana pendidikan seperti guru / dosen / dll, tapi ada banyak hal yang dapat kita lakukan. Hal paling sederhana tapi luar biasa bermanfaat adalah berbagi apa yang kita ketahui. Saya pribadi percaya bahwa berbagi atau bertukar pikiran atau menyampaikan pemikiran adalah rantai pendidikan yang paling sederhana dan paling efisien. Pikirkan mana yang lebih anda ingat: ceramah dosen di kelas 3 SKS yang panjang dan membosankan atau diskusi penuh ide segar dari kolega anda?

Mungkin beberapa dari kita merasa terancam dengan berbagi apa yang kita ketahui karena apa yang kita ketahui merupakan ‘kunci’ untuk mendapatkan penghasilan. Era keterbukaan sudah ada di depan mata (industri yang sudah merasakan epidemi-nya adalah industri web yang bahkan harus terbuka dan menciptakan peluang untuk pihak ketiga untuk berkolaborasi agar bertahan. Contoh: twitter) dan kelak informasi-informasi termasuk apa yang anda ketahui bisa diakses oleh semua orang. Apakah masih ada secret ingredient itu?

Beberapa dari kita mungkin merasa ‘malas’ atau ‘tidak punya cukup waktu’ untuk berbagi. Coba pikirkan sejenak: ketika usia anda makin senja dan anda tidak lagi cukup tanggap terhadap perubahan, apa yang akan terjadi? Berbagi pasti menciptakan timbal balik karena ada pihak lain yang mendapatkan manfaat dari anda sehingga menciptakan rangkaian kejadian yang ujungnya akan menguntungkan anda. Mungkin ini adalah alasan logis mengapa giving is the only way for receiving.

Answer me, apakah anda siap untuk mendidik berbagi?