Ketika saya masih SD, saya hobi sekali membaca novel dan manga. Beberapa diantaranya yang sangat menarik minat saya adalah cerita-cerita dengan plot sekolah berasrama seperti Harry Potter, Mallory Towers, Love Hina dan lain-lain. Efek sampingnya, saya jadi punya cita-cita untuk bersekolah di sekolah berasrama. Kalau perlu yang gedung sekolahnya punya lorong yang diapit kelas di kiri dan di kanan-nya seperti di manga-manga itu.

Saat saya lulus SD, saya SMP dan SMA di sekolah berasrama: Ma’had Al-Zaytun. Beberapa menyebutnya pesantren, tapi saya mengalami kejadiannya langsung ragu untuk menyebutnya pesantren :p

when i was a young boy

Liat seragamnya: Sailor. mirip di manga-manga gitu LOL

tahun terakhir saya tinggal di asrama ini: Al-Fajr. Lantai lima, kamar 512. Jangan harap ada lift. Pakai tangga. Lebih dari 10 kali dalam sehari.

Ketika saya SMP, saya nge-fans abis dengan Linkin Park selalu amazed dengan anak-anak Band. Parahnya saya tidak bisa main satu alat musik pun. Paling canggih juga kastanyet LOL

Saat saya SMA, saya sering mengisi acara di acara sekolah. Ngeband. Sampai sekarang pun masih, another passion of mine 🙂

Ada band di Pesantren. Gaya betul.

Ketika saya SMA dan terlibat organisasi pelajar (kalau di sekolah umum disebutnya OSIS, kalau di tempat saya disebutnya OPAZ – Organisasi Pelajar Al-Zaytun – kalau tidak salah), saya masuk Departemen Informasi di bawah divisi website. Lucunya, saya waktu itu tidak mengerti bahasa pemrograman sama sekali dan divisi kami tidak merilis satu halaman web-pun.

Saat saya lulus SMA dan sekarang berkuliah, saya mendapatkan penghasilan dari freelance front-end web development (xHTML / CSS) dan WordPress theme development.

Ketika awal-awal saya pulang ke Bandung dan kemudian gagal masuk FSRD ITB tahun 2007, saya tidak langsung melanjutkan pendidikan formal saya. Saya course web development selama 8 bulan dan bergabung ke jaringan MLM K-Link dimana Ibu saya yang pembicara produk nasional. Waktu itu tujuan saya satu: mandiri secara finansial secepatnya biar tidak usah minta duit lagi ke orang tua. Malu dong, fisik – mental sehat dan usia sudah diatas 17 tahun masa minta uang ke orang tua melulu. Kalau saya lahir di U.S. usia segitu saya harusnya sudah keluar dari rumah dan mulai hidup mandiri (CMIIW).

Sayangnya ternyata bisnis jaringan bukan passion saya. Ada sih penghasilan disana, hanya saya kurang enjoy dan penghasilan saya disana belum cukup untuk operasional sehari-hari. Kadang-kadang masih harus minta ke orang tua.

Tahun 2009, saya mulai nge-freelance front-end web development. Penghasilan mulai masuk dan saya enjoy sekali menjalaninya karena sesuai dengan karakter dan passion saya.  Mulai awal tahun 2010, saya tidak usah minta uang lagi ke orang tua saya untuk sekedar membayar bensin, beli buku (baik untuk kepentingan saya sendiri atau buku kuliah), makan siang, jalan-jalan dan belanja-belanja. Tinggal biaya semesteran saya yang masih diberi. Semoga semester depan saya bisa bayar sendiri kuliah saya (meskipun agak gimana-gitu juga karena jurusan ini yang sekarang saya masuki ini kehendak ibu saya. Haha)

Di WordCamp 2010, acara gathering WordPress enthusiast yang banyak di datangi freelancer. Yang paling kiri itu teman saya di divisi website dulu yang akhirnya bernasib sama dengan saya. Saya yang paling belakang. I know, terlihat merem. Saya memang tidak fotogenik -_-

Ketika awal masuk kuliah, saya ingin sekali punya netbook tapi ketika itu saya sama sekali tidak punya dana dan tidak terbayang bagaimana cara belinya. Awal semester kemarin, hasil freelance cukup buat beli Dell Inspiron mini yang akhirnya memberi saya peluang untuk belajar banyak hal baru seperti mulai menggunakan Ubuntu, dll.

Mobile coding partner. Powered by Ubuntu 10.4 & Windows 7 Starter

Ketika awal kuliah, saya pakai handphone oldschool Motorola yang-penting-ada-mp3-playernya. Padahal, waktu itu saya ingin sekali handphone dengan keypad QWERTY. Selang beberapa waktu, semakin kesini, saya semakin butuh handphone yang agak pintar sedikit untuk internetan, membalas email klien saat saya tidak terhubung dengan internet (mostly karena sedang ada di kampus) dan lain-lain. Akhir semester kemarin rekening hasil freelance saya jebol untuk BlackBerry Gemini.

Gemini putih senjata andalan agar gampang dikontak oleh klien via Email

Daftar saya-ingin-dan-lalu-tercapai ini bisa saja saya terus perpanjang, tapi tidak ada gunanya memberikan 1000 contoh kalau 5 contoh saja sudah cukup. Yang saya ingin katakan adalah, dream comes true. Okay, some dreams come true – dan saya ingin menunjukan contoh spesifik dan faktual dalam hidup saya bahwa hal tersebut benar adanya. Beberapa impian tercapai tepat waktu, beberapa impian datang terlambat dari “waktu yang diminta” dan beberapa impian tidak diberi namun diberi yang lebih baik dari yang saya impikan.

Beberapa orang mungkin akan menganggap saya mencoba menyombongkan apa yang saya capai, tapi percayalah menyombongkan pencapaian seuprit seperti ini adalah tindakan yang sangat bodoh. Yang saya ingin katakan adalah kalau kamu ingin sesuatu, kamu bisa mendapatkannya meskipun detik ini kamu tidak tahu bagaimana cara mencapainya.

Saya ingat betul setiap hal-yang-saya-inginkan-lalu-saya-dapatkan ini. Awalnya hanya sebersit perasaan ingin. Lalu saya tulis, bahkan saya buat daftar. Pada titik tertentu saya cari gambarnya lalu saya tempel di tempat yang saya terus lihat, namun kadang-kadang gambar mental di otak juga cukup. Setelah itu saya setengah putus asa karena saya tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya, tapi saya tetap yakin saja. Setelah itu saya jalankan kehidupan saya, lakukan apa yang saya yakini betul. Setelah selang beberapa waktu (kadang mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan) ketika tanpa sadar saya sudah lupa dengan apa yang saya inginkan itu, hal yang saya inginkan tersebut sekonyong-konyong menjadi kenyataan.

Poff!

Dream comes true.

Wow, kadang-kadang saya suka tidak percaya juga 😀 Tapi ada satu kutipan yang sangat menarik dari Steve Jobs berkenaan dengan hal ini:

Of course it was impossible to connect the dots looking forward when I was in college, but it was very, very clear looking backwards 10 years later. Again, you can’t connect the dots looking forward. You can only connect them looking backwards, so you have to trust that the dots will somehow connect in your future. You have to trust in something–your gut, destiny, life, karma, whatever–because believing that the dots will connect down the road will give you the confidence to follow your heart, even when it leads you off the well-worn path, and that will make all the difference.

Steve Jobs, Commencement Speech at Stanford, 2005

Saat ini saya punya banyak cita-cita yang untuk sebagian orang mungkin terdengar bodoh atau mustahil seperti Ph.D sebelum usia 35, menciptakan web app selevel facebook & twitter, mapan secara finansial (yang saya asumsikan dengan penghasilan minimal diatas 10jt sebulan dangan biaya hidup seperti sekarang) saat lulus sarjana, buat sekolah, naik haji sebelum 30, mencoba naik unta di padang pasir timur tengah (penasaran seperti apa sih zaman Rasul itu), dan masih banyak lagi.

Jujur saja, saya belum kepikiran bagaimaimana caranya mencapai itu semua.

Tapi apa salahnya bermimpi? Apa salahnya bercita-cita? Mungkin, tidak semua cita-cita tersebut akan tercapai. Mungkin akan ada yang meleset dan tercapainya telat. Tapi kalau ada peluang tidak tercapai, berarti ada juga peluang untuk tercapai.

Beberapa dari kamu menganggap memiliki cita-cita itu muluk-muluk, tapi buat saya, it’s a part of the journey named life 😀

Jadi, apa cita-cita kamu? Apa cita-citamu yang sudah tercapai??