Musician playing on the streets... by Frencks Photography

Musician playing on the streets... by Frenck's Photography

Hari ini saya sedang belajar tentang kehidupan.

Saya penggemar musik. Khususnya, incubus (ada yang tahu band canggih dengan sound nerd dan lirik jenius ini? They Rock!:D). Saya selalu terpana melihat U.S (Amerika) dengan kemapanan dan kedewasaan pasarnya. Band seperti incubus yang notabene tidak lazim (jika tidak disebut segmented) pun dapat “hidup” degan jelas disana.

Jika dilihat dalam cakupan yang lebih luas, kedewasaan pasar di U.S. benar-benar sangat mengagumkan. Jangankan musisi yang segmented. Pemain skateboard, streetball, breakdancer, atau apapun yang terlihat segmented dapat bertahan dan hidup dengan skala yang wah (standar indonesia) di U.S., jika mereka professional.

Sekarang, melihat masuk kedalam negeri kita tercinta: Jangankan yang bermain di daerah segmented, yang bermain di area mainstream (dalam cakupan ini, musik) saja masih harus ngos-ngosan bertahan.

Coba lihat para musisi lokal. Saya terkadang tidak habis pikir, bagaimana strategi mereka bertahan di indonesia?

Menjual rekaman? Tidak usah menutup mata, kita semua tahu betapa mengguritanya pembajakan di negeri ini. Penjualan mp3 bajakan di depan kantor polisi, link download dari situs-situs share download file, copy-paste musik dari komputer teman, dan berbagai cara untuk mendapatkan file musik tanpa harus membayar lisensi sudah sangat lumrah kita jumpai.

Hmm…kemungkinan besar, kita juga termasuk salah satu diantara pelakunya kan? 😉

Bagaimana pun, menjual copyright adalah salah satu scalable way terefisien dalam menghasilkan pemasukan. Bayangkan J.K Rowling: Dengan hak cipta atas “Harry Potter”, dia menjadi wanita terkaya di Inggris melebihi Queen Elizabeth.

Jika pemanfaatan copyright untuk musisi (dengan cara menjual album) tidak efisien lagi, ini berarti industri musik dan para musisi kita telah kehilangan salah satu sumber pemasukan terbaiknya.

Pertanyaan emasnya: Lalu bagaimana cara mereka bertahan?

Ini pertanyaan yang sangat menarik untuk saya. Terbayang beberapa cara sih, namun setiap cara memiliki nilai plus-minusnya masing-masing:

1. Menjual Ring Back Tone (RBT)

Ring Back Tone di dengung-dengungkan sebagai penyelamat industri musik karena sifatnya yang belum bisa dibajak. Well, langkah yang menarik sih, terlebih dengan sifat “batasan waktu”-nya. Umumnya satu pembelian Ring Back Tone memiliki batas waktu aktif, kan?

2. Melakukan Konser Live

Yap, sering kali kita dengar bahwa musisi lokal kita bertahan dari konser. Namun berapa besar pun bayaran mereka sebagai musisi, -dan sebagaimanapun mereka menyukai bermain musik- , jika di tilik dari aspek bisnis, konser bersifat active, memerlukan keterlibatan, tidak bisa di delegasikan (yang artinya faktor skalabilitas tidak bekerja) dan terbatas waktu.

3. Menjual Merchandise

Menjual merchandise kepada fans loyal terdengar mengasyikkan kan? 😉 Jika anda pernah melihat seseorang yang sangat mengidolai satu musisi, anda akan tersadar betapa menariknya menjual merchandise kepada para die-hard fans ini.

Tapi jika dipikir-pikir, berapa banyak sih die hard fans dari satu musisi (die hard fans yang rela melakukan apapun yang diarahkan idolanya)? Apakah cukup untuk di gunakan bertahan?

4. Menjadi Bintang Iklan (Endorsement)

Musisi memiliki pengaruh. Terlebih kepada die hard fans-nya. Memanfaatkan pengaruh mereka untuk memasarkan produk merupakan salah satu langkah jitu kan? 😉

5. Menjual Album

Bagaimanapun, selalu ada pendengar musik yang say no to piracy. Atau penggemar yang tidak sudi membeli bajakan karena faktor “koleksi”. Bad news: banyakkah jumlah orang-orang seperti ini di Indonesia?

Well, pendapat anda? Bagaimana cara musisi lokal kita bertahan?

Hari ini saya belajar lagi tentang kehidupan 🙂

P.S.

Overall, 5 langkah ini adalah langkah yang terpikirkan oleh saya saja. Saya pribadi belum berkecimpung di bidang musik professional, namun memiliki ketertarikan khusus di industri ini. Ada yang berkecimpung di industri ini? Sharing pengalaman anda sangat bermanfaat untuk kita semua 🙂